10 Tahun Bermusik, Bonus Konsistensi dan Kesenangan Gie

(28/03/2023) Setelah 2 tahun tak terdengar gaungnya, Gie salah satu band yang konsisten membawakan musik Blues akhirnya merilis single terbarunya dengan tajuk “Tetap Saja”. Gie merasa “Tetap Saja” membuat seluruh personel yang tadinya memiliki kesibukan masing-masing, bahkan di luar kota dapat berkumpul kembali di Jogja, di mana band tersebut tumbuh dan berkembang. “Tetap Saja” menjadi momentum di mana Gie dapat melepas rindu, saling bersinergi dan menjadi sebuah trigger untuk mulai menghidupkan kembali mesin pengkaryaan yang lama berhenti.

Gie adalah Wimar Yulius (vokal), Gatra Laringal (gitar), Denny Shinjo (bass), Kaka Bagaskara (keyboard) dan Subangkit (drum). Gie terbentuk di salah satu kampus di Yogyakarta pada Februari 2013, UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) musik menjadi saksi awal Gie, hingga kini menginjak tahun ke 10 perjalanan berkaryanya.

2015 menjadi tahun yang berkesan bagi Gie, album EP pertamanya “Kopi Blues” yang berhasil dirilis dalam bentuk cakram padat laku terjual sebanyak 600 copy. Jumlah penjualan yang cukup baik di mana saat itu beberapa penikmat musik mulai terinvasi oleh platform musik digital yang masif beriklan di sosial media. “Ketika kami merilis dalam bentuk fisik berarti ada arsip fisik yang dapat dipegang dan dikoleksi, mungkin hal tersebut juga respon kami akan budaya pendistribusian karya di era sebelumnya”, ungkap Gatra.

Di album “Kamar Malas” Gie mencoba membuat inovasi baru dengan merilis karya dalam bentuk yang jarang dilakukan musisi lain, yaitu rilisan fisik yang disertai barcode, di mana pendengar nanti dapat mendengar karya di album “Kamar Malas” dengan scan barcode yang disertakan dalam rilisan fisiknya.

Berbicara musik Blues di kota kelahiran Gie yaitu Jogja, telah lama berkembang meski penikmat dan “pemainnya” tersegmen. “Namun saat ini blues telah banyak fusion-nya yang akhirnya mendekati ke Pop, Funk dan lainnya, sehingga penikmat blues saat ini bisa lebih luas dibanding dulu”, imbuh Shinjo.

Jogja Blues Forum sebagai wadah musisi blues di Jogja juga turut andil memperkenalkan musik blues ke khalayak umum, pun berdampak pada Gie yang banyak memperoleh insight-insight baru ketika srawung di lingkaran komunitas tersebut.

10 tahun bukanlah usia yang muda untuk sebuah band bisa bertahan, meski sulit Gie mampu melewati tahun demi tahun. Gie mengaku tidak muluk-muluk dalam bermusik, artinya, mereka dari awal bermusik mempunyai pegangan bahwa masing-masing personel tidak akan mencari keuntungan, kepopuleran bahkan kekayaan. Gie dapat tumbuh dengan proses kreatifnya bukan karena capaian-capaian yang mereka peroleh. “Ketika berkarya yang penting perut udah aman dulu sih, jadi ambisi-ambisi untuk pengen terkenal, pengen kaya dapat di minimalisasi, idealis dan realistis harus dapat berjalan beeriringan”, imbuh Subangkit.

Kolaborasi mungkin juga salah satu hal yang membuat Gie dapat bertahan. Pada setiap menelurkan karya Gie selalu berkolaborasi untuk mengolah musik hingga artworknya. Bahkan tiap-tiap Gie mengadakan acara banyak kolaborator yang menawarkan venue hingga stage untuk mereka mempresentasikan karyanya. Pun saat ini Gie juga tengah mempersiapkan sebuah karya yang akan berkolaborasi dengan musisi lain.

“Dalam waktu dekat ini Gie lagi mempersiapkan single terbarunya sih, masih seputar wanita juga, hehehe, doakan juga single-single ini nanti lekas menjadi album barunya Gie”, tutup Subangkit.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *