(14/05/2022) Di dunia barang vintage dan lawasan, khususnya di Jogja, nama Pak Well sudah tak asing lagi. Pak Well memulai peruntungan di bidang ini sudah sejak 2006, tepatnya setelah Gempa mengguncang Jogja kala itu. Awal perburuannya lebih kepada buku-buku lama dan manuskrip-manuskrip kuno.
Seiring berjalannya waktu tidak hanya buku dan manuskrip saja yang diperjualbelikan beliau, banyak konsumen mulai memesan barang-barang yang berkaitan dengan dunia permusikan, seperti kaset pita, piringan hitam, tape player hingga turntable. Pemesan pun kadang detail dalam memesan, jadi memang butuh effort untuk memenuhi kebutuhan konsumennya. Hal ini yang membuat Pak Well mau tidak mau harus mempelajari tentang barang-barang yang dijualnya, dan justru menambah ilmu baru untuknya.
Barang yang dijual Pak Well saat ini lebih ke barang tahun 60-70an. Ada kesenengan tersendiri ketika menjajakan barang-barang lawasan menurut beliau. Salah satunya memiliki banyak teman dari berbagai kalangan, kolektor baru, artis, musisi bahkan hingga pejabat negara.
Pak Well mengamini, bahwa barang lawasan ini bisa menghilangkan batasan-batasan strata sosial, banyak artis, pejabat yang datang ke tempat beliau tanpa canggung,”Mereka bisa membumi dengan kita. Pejabat, artis bahkan saat itu ada penyanyi kondang yang datang kemari hanya ingin mencari kaset pita dan ngudal-udal sendiri di pojokan sana”, ungkap Pak Well sembari menunjukkan tempat disimpannya kaset pita miliknya.
Barang-barang yang berkaitan dengan musik menjadi perburuan pula oleh beberapa orang yang sedang melakukan riset mengenai musik, kedekatan dengan konsumen model begini menurutnya melebihi hubungan jual beli saja. “Biasanya pada nyari majalah musik lama untuk bahan risetnya, tapi ada pula yang khusus mengkoleksi majalah musik lama, Aktuil”, imbuhnya.
Namun untuk saat ini Pelanggan Pak Well didominasi oleh anak muda yang berburu rilisan fisik kaset pita, piringan hitam dan pemutarnya. Bahkan terdapat komunitas musik nasional yang lumayan sering mendatangi kediamannya untuk mencari rilisan fisik “ghoib” atau dengan kata lain rilisan yang sulit dicari.
Dari awal berkutat di barang lawasan rilisan fisiklah yang paling stabil penjualannya, bahkan akhir-akhir ini justru meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Banyak permintaan alat pemutar seperti tape player, CD player hingga turntable.
Pak Well beranggapan kembalinya era musik analog di kalangan anak muda saat ini karena percepatan teknologi yang sangat cepat dan justru membuat para pemuda merasa bosan dan jenuh, pada akhirnya mereka mencoba ke hal-hal yang berbeda, yaitu dengan cara mendengarkan musik analog dan mulai mengoleksi rilisan fisik.
Bahkan konsumen yang mempunyai latarbelakang desain pun tertarik dengan rilisan fisik karena melihat keunikan dan kekhasan cover albumnya. “Di rilisan fisik itu kan tidak hanya suaranya saja, tapi juga indra penglihatan kita bisa tertarik akan bentuk fisiknya, cover albumnya dan mungkin bisa menjadi influence para desainer saat ini untuk mengeksplorasi karyanya lebih luas”, imbuh Pak Well.
Pak Well berharap trend rilisan fisik ini bisa terus berlanjut, dan untuk musisi bisa mencoba terjun ke perilisan fisik juga, jadi ada tantangan ketika berkarya. (AP)