Setelah merilis beberapa single perkenalan di akun youtubenya musisi asal Pagar Alam yang kini sedang menetap di Jogja ini tengah mempersiapkan album yang rencana akan dirilis tidak lama lagi.
Andre Dinata atau yang lebih dikenal dengan nama panggung Bekubang mulai terjun di dunia musik sejak 2017. Nama Bekubang dalam bahasa Sumatra Selatan yang bisa diartikan sebagai kegiatan bermain di kubangan, baginya “bekubang” bukan semata-mata bermain tapi juga keberanian untuk memilih kebahagiaan bersama teman-teman. Solois yang kerap membawa tema Balada dan Etnis pada tiap aransemen lagunya ini dibantu oleh Judo Karundeng (Cello), Chandra Al-hadi (Bass), Prima Atmaja (Violin) dan Abror Samgya (Drum).
Awal perjalanan Andre ke Jogja adalah untuk mengenyam pendidikan di bangku perkuliahan, dan hingga saat ini dia masih tercatat sebagai mahasiswa Etnomusikologi di Institut Seni Indonesia Yogyakarta. “Sebenarnya main musik udah dari SMP, mungkin karena ke trigger oleh lingkungan ya, walau usianya jauh di atasku tapi justru lingkungan itu membuat aku bisa dan suka main musik”, ungkap Andre.
Warna musik dari Bekubang banyak dipengaruhi oleh Sawung Jabo, Andre mengaku suka mendengarkan musik Sawung Jabo sejak Sekolah Menengah Pertama, selain Sawung Jabo dia mengaku juga mengidolakan Dadang Dialog Dini Hari. Jika boleh dibilang Andre saat ini berkarya dalam jalur Folk, tapi ia juga membebaskan pendengar untuk menyebut genre yang ia bawakan. Lirik-lirik yang Andre buat bisa disebut menggunakan bahasa sastra, selain itu liriknya juga terpengaruh oleh sastra melayu yang diadopsi dari domisili asalnya, Pagar Alam.
Andre mengaku lingkungan di Jogja itu menjadikan selalu ingin mencipta, budayanya, apresiasinya dan hal-hal kecil yang terjadi di Kota Pelajar ini menjadi trigger dalam ia berkarya. Namun tak hanya Jogja yang menginspirasinya dalam membuat musik-musik yang ciamik, daerah asalanya Pagar Alam juga turut menyumbang inspirasi di beberapa lagunya. Katakanlah “Mega Kuning” lagu yang menceritakan sebuah perkampungan di lereng Gunung Dempo Pagar Alam, di mana perkampungan tersebut hanya dihuni 10 kepala keluarga saja yang mayoritas bekerja sebagai penggarap lahan kopi dan petani.
Jika ingin membedakan skena musik di Jogja dan Pagar Alam Andre memilih pada tingkat apresiasinya, “Mungkin karena di Jogja semua lapisan masyarakat dengan berabagai latar belakang ada, jadi kami sebagai pelaku musisi pasti ada aja penikmatnya apapun itu genrenya”, imbuh Andre.
Andre berharap dapat lebih luas lagi untuk mempresentasikan karya. Saat ini panggungnya didominasi di selatan Yogyakarta. Ia berharap dapat tampil keliling Jogja tidak hanya terpaku di selatan saja. Dalam waktu dekat Bekubang akan merilis album perdananya di platform musik digital, di samping itu Andre juga berencana akan merilis albumnya dalam bentuk kaset pita. (AP)