(18/02/2022) Kali ini Lurah Music mengunjungi salah satu record label sekaligus toko yang menjual rilisan fisik di Jogja. Ya, kami mengunjungi DoggyHouse Recods atau Doggy Shop salah satu Records Label milik salah satu musisi Jogja yang sudah mendunia, Shaggydog.
Niat awal kami adalah untuk membeli salah satu rilisan baru dari teman-teman Shaggydog berupa buku yang bertajuk “Shaggydog : Angkat Sekali Lagi Gelasmu Kawan”. Rugi rasanya kalau ke DoggyHouse Records tidak ngulik sekalian tentang tempat ini, beruntungnya kami dipertemukan langsung dengan Mas Indra Menus selaku manajer di DoggyHouse Records.
DoggyHouse Records berdiri pada akhir 90-an, rampungnya kontrak dengan salah satu major label di Jakarta dimanfaatkan Shaggydog untuk lebih menseriusi records label ini dan mengambil kontrol penuh pada tiap-tiap album yang akan dirilis. Di tahun 2014 DoggyHouse Records mulai membentuk struktur record label secara profesional. Lalu mulai merilis album-album dari Shaggydog dan beberapa rilisan project personel Shaggydog diluar band utamanya seperti Dubyouth, Heruwa dan Richard Bernado.
Salah satu alasan dibentuknya DoggyHouse Records juga sebagai imbal balik teman-teman Shaggydog untuk skena musik di Jogja pada khususnya. Ketika Shaggydog sudah seatle, DoggyHouse Records mulai mengajak musisi-musisi lokal untuk berkontribusi di dalamnya, terhitung sudah beberapa kali DoggyHouse Records merilis album kompilasi yang didominasi oleh musisi lokal Jogja.
Menurut kacamata musik Mas Indra Menus penjualan rilisan fisik saat ini cenderung menurun setelah munculnya berbagai macam platform musik digital. “Rilisan fisik saat ini lebih menjadi barang colletible, jadi DoggyHouse Records beberapa kali merilis boxset dengan jumlah terbatas, dan bisa menjadi barang koleksi, karena secara fungsi platform musik digital sudah mewakili sebagai media mendengarkan musik, jadi rilisan fisik mungkin jadi barang koleksi yang sesekali saja diputar”, ungkapnya.
Dirilisnya buku “Shaggydog : Angkat Sekali Lagi Gelasmu Kawan” adalah bentuk dari pendokumentasian perjalanan Shaggydog di belantika musik dunia, karena tak hanya cerita-cerita proses bermusiknya di Indonesia akan tetapi sepak terjang Shaggydog berproses di belahan musik mancanegara. Banyak cerita yang jarang terekspose diungkapkan pada buku ini. Buku yang ditulis oleh Ardhana Pragota ini juga menyajikan dokumentasi dalam bentuk foto yang sebelumnya belum pernah ditampilkan. Membaca buku ini adalah menapakai perjalanan dan perjuangan Shaggydog dari gang sempit di tengah kota Jogja menuju belantika musik Jagad Raya.
Buku ini mungkin juga dapat menjadi trigger untuk musisi-musisi yang sedang berkembang akan kesadaran pendokumentasian ketika berkarya. “Saat ini kesadaran pendokumentasian musisi masih kurang, ya musiknya, fotonya atau bahkan audio visual, seharusnya kesadaran ini muncul tidak harus dari pelaku musiknya langsung sih, bisa dari teman-teman di skenanya, sesuai kemampuanya ajalah, yang suka foto ya bantu di foto yang bisa video ya bantu di video. Jadi suatu saat nanti tidak hanya cerita tanpa bukti yang dikenang dan dinikmati, tapi ada wujudnya berupa artefak musik”, tutup Mas Indra Menus. (AP)