Berawal dari kecintaanya dengan semua jenis musik Mas Joko A.K.A Joko Problemo mulai berkecimpung dengan berbagai elemen musik di Jogja pada awal tahun 1999. Salah satu trigger-nya adalah video klip Slank yang berjudul Maafkan, dia membayangkan bisa kumpul-kumpul di Potlot sembari bersantai dan menikmati musik. Keinginannya sedikit terealisasi ketika nongkrong di Studio Musik Lexrost, banyak bertemu dengan berbagai band dan menjadi awal dia terjun di dunia musik.
Hal tersebut juga yang melatarbelakangi Mas Joko untuk berani membuat Gigs yang bertajuk Molotov di awal tahun 2000-an dan awal Februari kemarin event yang lama terlelap ini dibangunkan kembali dengan didominasi band lokal Jogja sebagai formasinya.
Molotov tercipta tidak begitu saja, berawal dari keresahan Mas Joko akan meningginya kasus tawuran antar pelajar di Jogja kala itu membuat dia mencari alternatif cara bagaimana pelajar yang berbeda bisa menjadi satu dan seru, maka dibuatkannya wadah band-bandan di mana para pelajar yang biasanya tawuran bisa saling bercengkrama dalam alunan musik di dalam satu arena Molotov. “Nggak Cuma itu sih alasanku, ada satu lagi, dulu teman-teman musisi yang baru berkembang lumayan sulit untuk mendapat panggung, harus bayar untuk seleksi, itu pun belum tentu lolos dan perform, nah aku memudahkan mereka yang ingin tampil yang memiliki bakat terpendam di gigs yang aku buat”, imbuh Mas Joko.
Ngobrol dengan Mas Joko adalah memutar waktu kembali di awal tahun 2000-an, seperti melihat film dokumenter tentang skena musik Jogja di bayang-bayang. Ketika menyulut rokok kembali pembicaraan dilanjutkan, pada awal 2000-an tensi skena musik di Jogja meninggi mereka sama-sama ingin mengakui bahwa dirinyalah yang underground, masalah sepele celetuk Mas Joko, seiring meningkatnya kesadaran literasi kawan-kawan musisi, hal-hal sepele tersebut mulai lebur.
Sebelum sibuk membuat Gigs, Mas Joko adalah pemandu acara di perhelatan Jogja Brebeg, event yang mewadahi musisi-musisi Metal untuk unjuk bakat. Dari Jogja Brebeg juga dia banyak belajar tentang event musik yang nantinya menjadi bekal pengalaman membuat event sendiri. Manajemen waktu dan relasi adalah salah dua yang didapat Mas Joko di Jogja Brebeg.
Dari dunia kebisingan Mas Joko juga sempat mencicipi dunia agak bising lainnya, menjadi salah satu crew band British Pop asal Jogja yang kini telah hijrah di Jakarta, Bangku Taman. Bukan tanpa alasan dia bergabung wara-wiri dengan Bangku Taman, menurutnya musik yang dibawakan sangat cocok ditelinganya, “mereka itu punya karakter bermusik, yang beda dengan band lain, nah kui aku seneng”, puji Mas Joko. Hijrahnya Bangku Taman ke Jakarta mengakhiri kerjasama dengannya yang masih memilih untuk tetap di Jogja.
Dari berbagai kenalan band bermacam genre tersebut Mas Joko mempunyai banyak relasi di dunia musik dalam maupun luar Jogja. Bahkan beberapa kali dia mendatangkan band underground yang sedang naik daun untuk perform di Jogja, tak hanya itu, Mas Joko juga mengajak musisi dari Jogja yang dilihatnya mempunyai karakter bermusik yang unik dan berbeda untuk perform di berbagai gigs luar Jogja seperti Jakarta, Depok, Tangerang. Semua itu berkat relasi baik yang dia bangun selama berproses di berbagai event musik.
Pahit manis perjalanan ketika membuat event sudah Mas Joko rasakan, bahkan pengalaman pahit yang malah menjadi event tak terlupakan adalah ketika event tersebut dibilang kurang sukses, untuk membayar gedung pun belum nutup, alhasil STNK motorlah yang dipakai sebagai jaminan “nggak cuma STNK sih, dulu juga pernah ninggal gitar teman sebagai jaminannya”, jelas Mas Joko tertawa.
Harapan Mas Joko untuk belantika musik di Jogja khususnya adalah dukungan dari rekan-rekan media, “melihat banyaknya media komersil di sini (Jogja), seharusnya mereka mewadahi dan turut mendukung geliat teman-teman musisi di Jogja”, ungkapnya. Mas Joko juga berpesan kepada musisi yang sedang tumbuh jangan terlalu terlena dengan cover, lebih baik bikin karya sendiri. (AP)