(13/03/2023) Trilogi Akadama adalah replikasi kisah percintaan, dari patah hati hingga gagal move on.
Solois Pop Rapp asal Yogyakarta, Akadama aka Desta Wasesa kali ini mengusung konsep trilogi. Desta mengawali trilogi ini lewat Patah Hati itu A*u, kemudian Putar Balik (Farida), lalu ditutup dengan Salah Move On. Tiga lagu tersebut menceritakan kisah percintaan dari sudut pandang Akadama dan dalam waktu yang berbeda.
Akadama merilis trilogi ini dalam waktu yang berbeda, Pata Hati Itu A*u dan Putar Balik (Farida) rilis di tahun 2021, kemudian setelah rehat sejenak, Akadama melanjutkan produksi trilogi tersebut pada tahun 2023, yaitu Salah Move On yang berkolaborasi dengan Richardus Ardita, bassis Majelis Lidah Berduri (Melbi). Pada trilogi ini Akadama menerapkan konsep storytelling seperti lirik lagu-lagu Rickie Lee Jones yang di dalamnya meliputi tokoh, latar tempat, dan latar waktu. Maka dari itu Akadama menerapkan latar tempat dan tokoh di Patah Hati Iatu A*u dan di Putar Balik (Farida), lalu untuk Salah Move On, Akadama memilih menggunakan latar cerita di liriknya.
“Aku suka lirik yang ada narasinya. Suka narasi dari Rickie Lee Jones, dia penyanyi county 70an. Aku suka dengan gaya berceritanya. Jadi pengennya bikin lagu kalau didengar ada visulanya, tapi rada susah juga ternyata,” ucap Akadama saat ngopi dengan Lurah Music di Bjong Nologaten.
Patah Hati Itu A*u adalah permulaan trilogi patah hati Akadama, lagu tersebut tentang patah hati karena ditinggal menikah kekasihnya. Putar Balik (Farida), lebih kepada pandangan tentang cinta pertamanya, pandangan yang dirasa Akadama bahwa cinta pertama adalah cinta paling membekas. Lalu ia tutup trilogi itu dengan Salah Move On, menurut Akadama move on sebagai suatu kondisi di mana mengakui kekalahan atas nasib, memaafkan, dan membuka diri terhadap segala kemungkinan.
Dan move on tersebut terjadi saat bertemu Ruliana Sefrina (Uli), teman yang ia kagumi diam-diam, namun lagi-lagi Akadama gagal move on karena ditinggal Uli merantau ke Papua bersama sang kekasih. Salah satu yang membuat unik di lagu ini, Akadama menambahkan kesan artistik tak terduga, yakni artwork Salah Move On dibuat oleh goresan tangan Uli, menggunakan pulpen. Artwork tersebut bagi Akadama mewakili kesemelehan lirik dan getir pada lagu Salah Move On yang ditunjukan Uli.
“Yah palingg tidak, nggak bisa hidup bareng, minimal kami punya karya bareng,” beber Akadama sambil malu-malu mengatakannya.
Selain itu keunikan lain terdapat pada referensi penulisan lirik, Akadama menulis lirik Salah Move On terinspirasi dari Surah al-Baqarah ayat 216, yakni pada surat ini menjelaskan tentang perang, yang berbunyi kutiba ‘alaikumul-qitālu wa huwa kur-hul lakum, wa ‘asā an takrahụ syai`aw wa huwa khairul lakum, wa ‘asā an tuḥibbụ syai`aw wa huwa syarrul lakum, wallāhu ya’lamu wa antum lā ta’lamụn. Ayat tersebut memiliki arti “diwajibkan atas kamu bererang, padahal berperang itu adalah sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” Menurut Akadama bunyi ayat itu menyadarkan bahwa, apa yang sejauh ini ia lakukan, agar sembuh dari patah hati.
“Buatku arti ayat itu, ‘iya juga ya’ langsung pecah semuanya, jadi selama ini aku memaksakan sesuatu yang aku sendiri nggak tahu depan belakannya gimana. Karena sejarah sama masa depan itu kan sama, sama misteriusnya. Kita cuma dapat tanda tapi nggak tahu benar atau nggak, jangan-jangan aku bersedih karena aku tidak bisa sama dia, Kalau aku nggak fight ngga bisa ngapa-ngapain. Aku seperti menemukan cahaya, ketika membaca al-Baqarah 216, ayat itu menyadarkanku, maka dari itu aku paparkan dalam lirik Salah Move On itu,” ungkap Akadama.
Lirik yang ditulis Akadama dengan Richardus Ardita memiliki rasa yang berbeda, gaya penuturannya pun bertolak belakang. Ungkap Akadama, keduanya membebaskan bentuk dan rasa, namun tetap memiliki fokus yang jelas, yakni patah hati. Mereka mengambil konsep musik ala-ala tahun 90an, baik dalam proses pembuatan maupun nada yang diciptakan.
Yakni seperti pengambilan lagu yang hanya dilakukan satu kali, menurutnya fals tidak menjadi beban asal perasaan yang diutarakan tersampaikan. Seluruh produksi berjalan sangat cepat, mereka hanya menghabiskan waktu satu bulanan untuk menggarap lagu ini. Alasan Akadama dan Richardus Ardita membuat lagu ini dalam kurun waktu yang lumayan cepat, hal itu karena mereka berdua telah memiliki chemistry yang sama.
“Ngetake cuma sekali, take gitar, atau vokal sekali aja. Mau fals nggak papa. Yang penting feelnya nyampe. Produksi juga, bikin aransement sama lirik tiga hari, Mas Didit nulis lirik juga cuma seminggu, dua minggu kemudian masuk studio, take vokal, clear sebulan,” jelas Akadama di warkop kesukaanya.
Kendala-kendala dalam membuat lagu, ia lalui bersama dengan Richardus Ardita, mereka membuat lagu Salah Move On sepanjang tiga menit lima puluh sembilan detik, dalam lagu tersebut konsep rapp yang dibangun layaknya perbincangan antar dua sahabat, Akadama yang patah hati, lalu Didit mejawab dengan beberapa saran. Ada beberapa kendala yang mereka hadapi, salah satunya gitar, karena Akadama kurang mahir dalam menggunakan gitar, lalu dibantu oleh anggota dari Jogja Blues Forum untuk mengisi melodi gitar dan sebagai juru rekam. Tidak hanya itu, di lagu ini, Akadama juga menyeret Yogha Bhakti, gitaris Milestone untuk mengisi melodi piano, bass, dan drum, juga Haninditya Surya, Dhandy Satria (Summerchild Trio, The Melting Minds), Agripa, Dikasari, dan Fizz Hantoro (Tone Dial) menyumbang suara dan teriakan di akhir lagu.
Kemudian, kendala yang lain terkait harmonisasi, karena tidak ada pagar yang membatsi proses saat pembuatan lagu. Namun bagi Akadama hal itu tidak terlalu dipirkan, yang penting semua merasa puas karena sudah berkontribusi dalam pembuatan lagu tersebut. Dalam proses pembuatan lagu Akadama tidak memberatkan kontributor untuk mengeksplorasi melodi, semua hasil yang ia inginkan murni dari apa yang diinginkan contributor.
“Bikin harmonisasi itu sulit, tapi ya nggak papa, yang penting saling puas. Nggak pernah yang harus gini, harus gitu. Kalau mau nurunin lagu ya turunin, kalau mau naikin ya naikin, kayak gitu, simple, mengalir,” tutup Akadama.