Beberapa penikmat musik mungkin masih asing dengan istilah musik elektronik eksperimental, namun tanpa disadari musik ini tumbuh segar di bawah tanah. Youga, salah satu musisi yang saat ini sedang giat berkarya dengan media elektronik dan baru saja merilis album dengan tajuk “Huma Ara”.
Memulai terjun di dunia musik elektronik sejak tahun 2012, Youga telah banyak mempelajari dan mengeksplore beberapa sub genre dari musik elektronik. Cara berkarya Youga bisa dibilang berbeda dengan beberapa musisi yang banyak bermunculan saat ini. Benar, setiap musisi memiliki cara masing-masing untuk mempresentasikan karyanya. Pun yang dilakukan olehnya, dia memilih berkarya secara bawah tanah, Youga merasa bosan dengan cara-cara normatif untuk menyampaikan sebuah karya. “Sebenarnya nggak cuma aku yang berkarya dengan model begini, banyak pula musisi serupa, namun memang tidak terlihat di gigs-gigs populer”, ungkapnya.
Proses kreatif yang dilakukan dalam project-nya adalah dengan mencari sumber-sumber suara dari kejadian yang dirasa menarik olehnya. Lalu suara-suara tersebut disintesis dengan perangkat komputer hingga menjadi suatu bunyi yang baru.
Pun dalam album “Huma Ara”, album yang dibuat melalui riset selama tiga bulan di beberapa desa pada pulau yang terkenal sebagai paru-paru negeri ini. Youga mengaku memilih wilayah tersebut karena banyak kasus yang terjadi, seperti marjinalisasi, entah dalam alih fungsi lahan hingga fenomena perubahan budaya. Yang nyata terjadi adalah kehidupan warga asli di wilayah tersebut yang sudah baik-baik saja lalu tiba-tiba industri-industri dari luar hadir. Pada akhirnya warga harus berubah mengikuti arus yang terjadi di wilayah tersebut.
“Huma Ara”, Huma yang dalam bahasa daerah tersebut berarti rumah, dan Ara adalah sebuah nama pohon atau yang populer dengan nama Pohon Fig. Pulau yang ditapaki oleh Youga tersebut adalah rumah dari Pohon Fig, yang artinya hutan tersebut banyak dipenuhi oleh Pohon Fig. “Pohon Ara atau Fig ini adalah fundamental dari hutan hujan tropis, maka jika Pohon Ara atau Fig ini sudah berganti berarti ada hal yang sedang termarjinalkan, dari itu aku melakukan riset dengan tinggal selama 3 bulan di wilayah ini”, imbuh Youga.
Youga mencoba mencari informasi seperti yang sedang beredar di telinganya, mencari apa yang sedang benar-benar terjadi di wilayah tersebut. Dengan peralatan rekam yang selalu dibawanya dia merekam suara-suara aktivitas warga, merekam suara-suara perlawanan. Ketika warga berkebun dia ikut dan merekam suaranya, ketika warga sedang protes dia pun ikut dan merekamnya. Protes-protes yang dilakukan tidak sefrontal yang dibayangkan, namun dengan gerakan-gerakan kolektif yang diinisiasi oleh warga di wilayah tersebut.
Alat-alat yang digunakan untuk perekaman juga tergantung situasi dan kondisi di lapangan. Jika memungkinkan Youga akan menggunakan alat rekam yang proper, namun jika dalam situasi yang mendesak, penggunaan aplikasi rekam dalam ponsel pun cukup. Dalam album ini dan mungkin album-album selanjutnya Youga lebih mementingkan asal suara dibanding hasil dari suaranya. Karena dari asal suara banyak konsep cerita yang terjadi dan harus disampaikan.
Album yang bisa didapatkan di platform streaming Bandcamp ini berisi 7 nomor seperti, “Huma Ara”, “A Miracle Corps”, “Mereka Ada”, “Marginalize And Isolate”, “Pucuk Rebung”, “The Green Gold” dan “Sisa-Sisa”.
Jika ditanya nomor mana yang paling berkesan dalam album ini, Youga menyanggah dengan jawaban tidak ada yang paing berkesan. Seluruh nomor pada album “Huma Ara” saling berhubungan seperti cerita. Konsep album ini adalah perjalanan jadi nomor pertama, kedua dan seterusnya adalah kesatuan cerita yang bersambung.
Menekuni musik eletronik eksperimental menurut Youga karena ingin menemukan sesuatu yang baru dan relate denga kehidupannya. Setelah merilis album “Huma Ara” Youga ingin bereksperimen dengan mengembangkan warna musiknya meski tidak jauh dari musik eletronik dan rekaman lapangan. “Dan akan aku kerjakan di manapaun, entah besok aku berada di mana”, tutupnya. (AP)