Setelah lama berkarir sebagai musisi di kota Jogja, pada awal 2021 lalu Wasis Tanata memilih benar-benar pulang ke daerah asalnya Gunungkidul. Meski jauh dari kota, Wasis panggilan akrabnya, masih tetap berkarya di jalur musik. Baru-baru ini dia tengah menyelesaikan sebuah pesanan jingle yang digarapnya dengan musisi asli Gunungkidul mulai dari proses aransemen musiknya hingga proses mixing dan mastering.
Ketika Lurah Music menjumpainya, Wasis tengah mempersiapkan sebuah pentas yang akan diadakan di Taman Mini Indonesia Indah Jakarta. Pentas ini ia garap dengan teman-teman pengrawit lintas sanggar di Gunungkidul dan mewakili kabupatennya.
Kepulangannya ke Gunungkidul adalah bentuk refleksinya di masa pandemi. Wasis mulai mempunyai keinginan untuk membangun dunia kesenian khususnya seni musik di Gunungkidul. Bahkan ketika berada di kampung halaman dia sempat merilis album solonya. “Hal apasih yang bisa saya aplikasikan di Gunungkidul, bekal-bekal ketika kuliah di Institut Seni Indonesia apa yang bisa saya tularkan di kampung halaman, nah saat ini saya sedang melakoni hal-hal tersebut”,ungkap Wasis.
Melihat dinamika musik Gunungkidul dari kacamata Wasis Tanata saat ini sudah sangat berkembang dengan munculnya berbagai macam genre, meski masih didominasi oleh musik tradisi. Tak seimbang dengan banyaknya musisi yang mulai bermunculan, wadah atau space yang ada di Gunungkidul untuk mempresentasikan karyanya masih sangat kurang.
Menurut Wasis geliat ini sangat gayeng, artinya pelaku-pelaku seni ini melakukan pertunjukannya dengan suka cita meski dengan atau tanpa budget yang dianggarkan. Akan tetapi ketika diminta pertanggungjawaban ketika harus tampil secara profesional masih kurang, seperti manajemen serta sustainable dan dinas terkait perlu memperhatikan fenoma seperti ini.
Lewat aksi nyata, Wasis Tanata bersama beberapa seniman Gunungkidul membuat gerakan dengan tajuk Sopo Aruh atau dalam bahasa Indonesia berarti tegur sapa. Agenda dari gerakan Sopo Aruh ini adalah mengunjungi berbagai sanggar seni yang tersebar di Gunungkidul. “Di sini (Gunungkidul) banyak sanggar seni dan tugas kami menghubungkan dan mengkolaborasikan sanggar satu dengan sanggar lain, Sopo Aruh mempunyai harapan nantinya sanggar-sanggar ini dapat saling sharing ilmu, workshop hingga terwujudnya kolaborasi”, imbuh Wasis saat ditemui Lurah Music di Wulenpari Gunungkidul.
Yang terlihat saat ini tidak hanya sanggar seni musik saja namun juga terdapat sanggar teater, seni rupa bahkan komunitas media rekam. Ketika musim kemarau datang Sopo Aruh beberapa kali pernah menampilkan pertunjukan di Wulen Pari dengan tajuk acara Purnama di Wulen Pari.
Sedikit menyinggung tentang media digital saat ini yang sangat memudahkan bagi musisi untuk tumbuh dan berkarya, Wasis melihat ada proses yang terlewati yang dialami oleh musisi-musisi jaman now. Pertanggungjawaban musisi ketika mempresentasikan karyanya di depan umum dirasa kurang dilakukan ketika musisi sudah nyaman berkarya secara digital saja. Wasis berpesan agar menjadi perhatian untuk teman-teman musisi ketika berkarya harus seimbang tidak hanya meniti beratkan pada digitalnya saja.
“Musisi itu harus saling bersinergi, dengan media, platform, swasta bahkan dengan instansi pemerintahan. Hal tersebut harus ada dengan ikatan dan hubungan yang baik. Jika hal tersebut dapat terwujud dan menjadi kebiasaan positif nantinya ketika membuat acara tidak hanya sekedar acara biasa, tapi juga ada unsur edukatif, ada sebuah pesan yang disampaikan dalam pertunjukan, pada akhirnya seni dan musik bisa meningkatkan kualitas manusia”, pungkas Wasis. (AP)