(06/04/2023) Sejarah per-hip hop-an Jogja tidak bisa lepas dari Jogja Hip Hop Foundation (JHF), grup satu ini memang membawa pesan sosial dan kultur tentang Jogja yang dituangkan dalam lagu hip hop. Salah satu keunikannya, lagu-lagu JHF selalu menggunakan bahasa Jawa. Dalam pembuatan lirik tentunya tidak bisa lepas dari salah satu member JHF, yakni Janu Prihaminanto atau yang biasa dipanggil Anto Gantaz, dulu ia juga memiliki nama panggung sebagai Ki Ageng Gantaz, kala itu nama tersebut muncul saat ia tergabung dalam grup bernama Rotra.
Sebelum tergabung menjadi member Rotra, Gantaz memulai karirnya di grup hip hop bernama G-Tribe, baru setelah tergabung di Rotra, Gantaz mengikuti kumpulan penyanyi hip hop Jogja, yakni Jogja Hip Hop Foundation. Tak hanya itu, saat ini Gantaz juga tergabung dalam grup Jumat Gombrong, yang mereka bentuk pada tahun 2020 tepatnya tanggal 4 Desember. Grup tersebut meliputi Anto Gantaz, Dj Paws, Doni Salah Paham, Bacil, Mario Zwinkle, dan Andy Rockindoc.
Saat Lurah Music menemui Gantaz di sebuah kafe, ia menceritakan awal mula mengenal hip hop. Cerita ini berawal dari tahun 1989-an akhir, saat itu ia mendengarkan lagu hip hop di radio, namun ia belum mengetahui tepat lagu apa yang ia dengar tersebut. Bagi Gantaz saat itu mendengarkan lagu hip hop agak aneh dan membuatnya penasaran terkait genre lagu tersebut.
“Pas mendengarkan agak aneh, kayak nggak nyanyi tapi kok musiknya asik. Terus pengen tahu. Pas dengenrin dalam beberapa part lagu, ada rap-nya, saya makin penasaran, lagu yang saya dengar ini lagu apa,” ungkap Gantaz.
Dari situ rasa penasaran Gantaz semakin tak terbendung, lalu ia memutuskan untuk mencari informasi di kota. Perjalanan mencari informasi berawal dari Gantaz menghadang bis Jogja-Tempel yang berhenti di daerah Pingit, lalu ganti dengan naik Kobutri (angkot) dengan tujuan Mangkubumi. Setelah menaiki Kobutri, Gantaz kemudian naik becak untuk mencari makan, tepatnya ia berhenti di Popeye Malioboro, di tempat itulah keberanian Gantaz untuk bertanya tentang lagu yang ia pikirkan muncul.
“Pas sampai Popeye Malioboro terus aku langsung tanya ke mas-masnya, “Mas aku itu dengerin lagu di radio kayaknya judulnya Ice Ice Baby, di daerah sini ada yang jual nggak ya?” terus masnya jawab, “Itu lagunya Vanila Ice,” nah terus aku nyari kasetnya,” jelas Gantaz.
Cerita perjalanan mencari kaset Ice Ice Baby belum membuat Gantaz memutuskan untuk konsisten dalam menggunakan bahas Jawa di lagu-lagunya, ada cerita lain dibalik konsistennya menggunakan bahsa Jawa. Saat itu berawal dari Gantaz menjadi pemenang juara satu Yamaha Rap Kontes, tepatnya tahun 1993, kemudian para finalis acara tersebut digabungkan dalam satu acara hip hop di radio Geronimo. Acara radio tersebut mengusung konsep freestyle rap, dan berinteraksi dengan penelpon yang juga diberi challenge untuk freesytle rap. Kala itu ada satu penelpon yang unik membawakan rap full dengan bahasa Jawa, membuat Gantaz kaget dan berfikir bahwa ternyata rap dengan bahasa Jawa juga enak di dengar, pikiran itulah memicu Gantaz untuk membuat lagu dengan bahasa Jawa.
“Nah pas itu aku terus terpicu untuk bikin lagu pakai bahasa Jawa, terus terciptalah lagu Parkiran, Menek Jambe, Jalangkung, saat itu sama G-Tribe,” tutur Gantaz.
Alasan Gantaz tetap menggunakan bahasa Jawa sampai sekarang, dalam karya-karyanya adalah, bagi Gantaz bahasa Jawa dapat menjelaskan lebih detail apa yang ingin disampaikan dalam lirik lagu-lagunya. Menggunakan bahasa Jawa dalam bermusik baginya lebih akrab daripada bahas Inggris, hal itu karena dalam kesehariannya selain menggunakan bahasa Jawa ngoko, ia juga menggunakan bahasa Jawa kromo di kehidupan keluarganya. Kebiasaan dalam menggunakan bahas Jawa kromo, juga membuatnya terpikirkan untuk membuat lagu dengan lirik full jawa kromo.
Gantaz memilih memnggunakan bahasa Jawa dalam lirik-lirik lagu rap dan hip hop juga sebagai bentuk dari kebanggaan akan bahasa dan budaya Jawa. Baginya dalam menggunakan bahsa jawa juga sebagai upaya untuk melestarikan bahasa jawa dan keunikan budaya lokal. Serta menciptakan musik yang memiliki nuanasa khas dan berbeda dengan musik rap dan hip hop pada umumnya.
Bagiku menceritakan dengan bahasa jawa itu bisa lebih detail, aku punya lagu “Jagal Pabu”, itu nanti nyeritakannya kan bisa detail gimana awalnya bisa di jalan itu jadi maling, asu colongan, jujurli aku tuh sangat jarang yang namanya misuh di dalam kehidupanku, sama adik adikku aja aku pakai bahasa jawa kromo saat percakapan karena kebiasaan waktu kecil di rumah pakai bahasa jawa kromo, dan aku terpikirkan bikin lirik dengan babahsa jawa kromo untuk lagu kedepannya,
“kulo nuwun, kulo badhe ngelantun, ….”
Unik juga, jadi punya nilai, salah satunya pas pentas di luar, kadang-kadang ku tetep bawakan, dan menceritakan di jawa itu bahasa ada levelnya, salah satu contohnya bahwa jawa yang halus, dan ada levelnya yang tinggi.
Dan akhir-akhir ini kan anak-anak baru campaign naikkin bahasa jawa lagi, aku kemarin ikut live nulis aksara jawa bareng mas Paksi, walaupun agak lupa-lupa ya, tujuannya buat ngingat ingat, pas jaman SD dulu diajari, dan kan memang rumit, karena ada beberapa bunyi yang harus menggunakan tambahan tambahan di aksara tersebut.
Mungkin besok lirik laguku ku tulis pakai aksara jawa,
Salah satunya kenapa milih Bahasa jawa karena dalam bahasa jawa kadang di bahasa Indonesia nggak ada,
“Dan aku sendiri juga ngga pede kalau ngerap pakai bahasa inggris, ya walaupun kuliahnya di jurusan bahas inggris, tapi menurutku tetap beda, ya ada juga yang pakai bahasa inggris salah satunya di jumat gombrong atau sama JHF itu, bagiku kurang pede kalau bawa jargon jargon pakai bahsa inggris, apalagi bahsa inggris jaman sekarang kan udah maju maju, itu pun lirik yang pakai bahasa inggris juga cuma dikit”, tutup Gantaz.