Pengelanaan Danudjaditya, Hingga merilis “Distöpia”

Memiliki latarbelakang keilmuan yang sama sekali bukan dunia musik tak mengurangi gairah Danudjaditya atau yang kerap disapa Didit ini untuk merilis album penuhnya dalam format cakram padat. Didit mulai kenal dengan musik ketika dirinya menginjak bangku SMP, ingin terlihat keren dan banyak digandrungi lawan jenis.

Alih-alih lawan jenis, justru sesama jenislah yang tertarik dengan warna musiknya, bagaimana tidak, musik-yang dibawakannya lebih menjurus untuk jingkrak-jingkrak ketimbang untuk merayu gadis-gadis geulis Bandung. 

Singkat cerita di tahun 2017 Didit hijrah ke Jogja untuk melanjutkan study-nya di salah satu perguruan tinggi negeri. Di perkuliahannya dia mengenal salah satu musisi, yang pada akhirnya mengenalkannya dengan musisi-musisi lain lintas genre di Jogja.

Di tahun 2018, atas ajakan Jono Terbakar, Didit berhasil merekam salah satu lagunya secara live. Berangsur, Didit kehilangan Jono Terbakar yang harus berkarir di luar kota Jogja. Saat itu dirinya juga terfokus pada bisnis barunya di bidang kuliner. 

Berjalan beberapa saat, bisnisnya ikut terdampak pandemi di awal 2020. Didit mulai mencari aktivitas sampingan dan menemukan materi lagu di perangkat komputernya. Dengan alat-alat seadanya Didit nekat merekam lagu-lagunya secara independen dan merdeka di kamarnya.

Pandemi berangsur membaik, Danudjaditya mulai mendapat beberapa tawaran untuk perform di beberapa acara. Meski awalnya ditemani seorang drummer, namun dengan kesibukan di luar bermusik sang drummer harus hengkang, dan Didit ditemani seorang drummer adisional tiap performnya hingga saat ini.

Lagu-lagunya menjurus ke genre Rock yang dipenuhi dengan distorsi-distorsi yang padat dan penuh ancaman. “Dari awal-awal kenal musik emang cocoknya ke musik yang cepat sih, jadi mengapa aku memilih Rock karena bisa jadi keterbatasanku akan refrensi musik yang aku dengerin, dan memang dari dulu hobiku ngulik-ngulik distrorsi gitar”, imbuh Didit.

Pada tiap-tiap lagunya berisi keresahan yang terjadi di sekitarnya dikemas dengan irama-irama berat yang didominasi oleh distorsi gitar serta warna drum yang gelap. Pun pada debut albumnya yang bertajuk “Distöpia”.

“Distöpia” adalah fiksi yang mekar dalam kepala Didit. Cerita itu ia gelantarkan ke tempat bernama Nuransäthä. Negeri yang disegani, kuat, kaya raya, serta makmur itu direbut paksa panglima perang bernama Uthärös. Dia merupakan rujukan imajinatif tentang sebenar-benarnya sifat celaka dan pengkhianat. Ia menusuk rajanya sendiri. Memakai cara-cara purba, menunggangi kekuatan militer dan gerombolan muda lalu mengarahkan moncong senjata ke istana serupa Brutus dan Gaiaus bersama 60 senat yang menikam Caesar.

Proses rekaman, mixing, sampai mastering ia kerjakan sendiri di kamar yang ia sulap menjadi studio. Proses rekamannya unik, take gitarnya menggunakan smartphone yang ditaruh dalam kotak kecil dilengkapi busa di dinding-dindingnya lalu ditodong ke pengeras suara. Ia juga merekam ulang 4 single yang dirilis ke platform digital sehingga terdengar jauh berbeda di album barunya.

Sedangkan artwork yang digarap Resharrris merupakan respon atas fiksi yang ditaruh Danudjaditya ke dalam album. Resharrris bercerita, kehancuran sekaligus kesuraman Nuransäthä dalam kepala Danudjaditya ditampilkan dengan warna merah menyerupai darah. Mereka juga menaruh figur seseorang yang menutup wajah dan tubuh dengan kain dari kepala hingga kaki dalam artwork. Figur itu dipilih menjadi cover depan album ini.

Dalam album ini pula terdapat satu lagu favorit Didit, “Pasak Kunci”, lagu yang awalnya tidak akan dimasukkan pada album ini ternyata malah melebihi ekspetasi. Pada prosesnya lagu ini pula yang terlama penggarapannya. Pada akhirnya “Pasak Kunci” melengkapi album ini bersama 8 lagu lainnya.

Album “Distöpia” ini hanya tersedia dalam bentuk rilisan fisik berwujud cakram padat saja, yang menurutnya album fisik lebih bisa memuat banyak informasi dari proses pembuatannya. “Menurutku banyak informasi yang bisa disampaikan pada rilisan fisik sih, seperti mungkin tempat rekaman album, alat-alat ang digunakan, teknik merekam. Lalu penikmat musik juga bisa lihat artwork album juga di dalamnya. Sebuah Satisfying sih menurutku membuka album fisik tuh”, tambah Didit.

Setelah merilis debut albumnya ini Didit berencana akan merekam setiap karya selanjutnya dengan alat-alat yang lebih proper, karena effort yang dibutuhkan akan lebih ketika merekam lagu dengan alat seadanya. (AP)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *